Monday, May 18, 2020

Tren Serangan Siber Berubah, Ini Cara Cegah Kebocoran Data E-commerce

PT KONTAK PERKASA - Belakangan ini, sejumlah e-commerce mengalami kebocoran data. Pengguna pun menjadi panik karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pakar Keamanan Siber, Pratama Persadha, mengatakan kebocoran data memang sangat marak terjadi, apalagi kini target serangan berubah dari yang semula perbankan/perbankan menjadi orang per orang.
Serangan ini menargetkan data berupa alamat email, nomor telepon, hingga alamat. Pratama menyebut, nilai itu sangat besar ketika ditransaksikan.
Apalagi saat kebocoran data e-commerce, penyerang mendapatkan email dan berbagai informasi login (kredensial) yang bisa dipakai untuk login ke berbagai akun online lain.
Untuk itu, mengetahui langkah keamanan selanjutnya pasca data pengguna e-commercediretas adalah hal yang sangat penting.

Pratama pun merekomendasikan pengguna untuk mengganti password masing-masing.
"Ketika kita tahu layanan telah dibobol dan data kita ter-publish, ya harus cepat-cepat gantipassword. Walaupun sudah telat, karena data-data yang tercuri sudah bocor tetap harus mengganti password," kata Pratama dalam Livestreaming Liputan6.com, Senin (18/5/2020).
Ia menegaskan, password yang harus diganti bukan hanya pada layanan yang telah dibobol tetapi juga seluruh akun online.
"Masyarakat sering menggunakan user ID dan password yang sama untuk media sosial lainnya, itu harus diganti semua. Karena ketika hacker mendapatkan kredensial, mereka akan mencobalogin di platform lain," ujar Pratama.
Idealnya menurut Pratama, orang mengganti password-password akun media sosialnya 6 bulan sekali. "Harus diganti agar tidak ada percobaan login oleh orang lain," katanya.

Selain password, pengguna juga harus mulai menggunakan antivirus di masing-masingsmartphone. Hal ini cukup penting karena di Indonesia, 86 persen dari 117 juta pengguna internet mengakses dari smartphone atau perangkat mobile.
"Pastikan untuk menggunakan antivirus dari provider terpercaya. Kecil kemungkinan providerterpercaya memakai data pengguna karena mereka mementingkan reputasi," kata Pratama menjelaskan.

Pratama juga menyarankan agar pengguna menerapkan keamanan Two Factor Authentication agar akun online kian terlindungi.

Pakar keamanan siber ini juga mengingatkan agar pengguna tidak menggunakan WiFi publik untuk bertransaksi.
"Gratisan itu pasti tidak aman, kalau yang menyediakan misalnya pemilik kafe A dan dilengkapipassword mungkin bisa aman, tetapi masalahnya WiFi publik juga bisa dikloning. Makanya jangan bertransaksi menggunakan WiFi publik," katanya.

Menariknya, Pratama juga menyarankan agar pengguna tidak menggunakan kartu kredit saat berbelanja di e-commerce.
"Kalau mau belanja di marketplace, jangan pakai Kartu Kredit, mending pakai dompet digital. Sehingga, kalau platform di-hack, uang kita tidak diambil," kata Pratama.
Seandainya pengguna menggunakan dompet digital, hacker harus meretas penyedia dompet digitalnya untuk mendapatkan uang. Sementara di sana pengguna tak menyimpan nomor kartu kredit.

Pratama mengingatkan, dengan banyaknya aktivitas transaksi online, pengguna harus menyadari mereka menjadi target serangan.
"Makanya harus antisipasi. Jaga benar informasi yang akan dibagikan dan dengan siapa kita berbagi data," katanya.
Apalagi, sejauh ini pemerintah belum memiliki undang-undang perlindungan data yang menerapkan sanksi bagi penyedia platform. Sehingga, masyarakat diharapkan lebih sadar menjaga data masing-masing.
(Tin/Ysl)

BACA JUGA : 

THR PNS KEMENTERIAN PANRB SUDAH CAIR SERENTAK PADA 14 MEI 2020

No comments:

Post a Comment