Friday, May 8, 2020

Ekonomi Inggris Menuju Kondisi Terburuk dalam 300 Tahun

KONTAK PERKASA FUTURES - Bank of England memprediksi ekonomi Inggris sedang menuju kehancuran terburuk dalam lebih dari 300 tahun akibat Virus Corona. Prediksinya ekonomi negeri Ratu Elizabeth ini bisa menyusut 14 persen pada tahun ini.
Itu akan menjadi kontraksi tahunan terbesar sejak 1706 yang tercatat sebesar penurunan 15 persen, berdasarkan estimasi terbaik data historis.
Gubernur Bank of England, Andrew Bailey mengaku akan melakukan berbagai langkah yang diperlukan untuk mendukung ekonomi negaranya saat ancaman virus corona berevolusi. Namun berhenti mengumumkan langkah-langkah stimulus baru.
Melansir laman CNN, Jumat (8/5/2020), dalam laporan yang meneliti dampak pandemi, Bank of England menyebutkan jika PDB akan terkontraksi sebesar 3 persen pada kuartal pertama tahun ini. Kemudian susut 25 persen pada kuartal kedua, mendorong perekonomian anjlok sekitar 30 persen dibandingkan akhir 2019. Pengangguran diprediksi meningkat menjadi 9 persen.
Bank sentral mengharapkan pemulihan ekonomi yang cepat pada tahun 2021, tetapi dikatakan semua itu bergantung pada langkah pembukana jaga jarak secara bertahap, dan kucuran stimulus moneter serta fiskal  yang sangat signifikan. Kemudian tergantung pada evolusi pandemi, dan bagaimana pemerintah, rumah tangga dan bisnis merespons.
Sementara Ekonom di Commerzbank mengatakan dari prediksi mereka ekonomi akan lebih buruk dengan kondisi pelambatan. Berkaca pada pengalaman sejarah menunjukkan akan banyak output hilang  yang lebih permanen, dan pengangguran yang lebih persisten.
"Kondisi saat ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan kita dan semua peramal berjuang untuk melihat di mana ekonomi berada sekarang, tidak peduli apa yang terjadi di masa depan. Tetapi jelas bahwa beberapa bulan ke depan akan menghasilkan beberapa output kejatuhan terbesar jatuh dan mencetak rekor, " kata ekonom Commerzbank Peter Dixon.
Inggris memiliki lebih dari 200.000 kasus virus corona yang dikonfirmasi, dan lebih dari 30.000 orang telah meninggal akibat penyakit ini.
Di tengah kondisi ini, ada spekulasi yang tersebar luas bahwa pemerintah sedang bersiap-siap untuk meringankan pembatasan sosial yang berlaku sejak akhir Maret. Meski kemudian wakil pemerintah mengatakan belum ada keputusan diambil.
"Kami belum membuat keputusan akhir tentang masalah ini," kata Sekretaris Irlandia Utara, Brandon Lewis kepada BBC.
Dia meminta warganya untuk tidak terlalu mengambil hati dengan apa yang dibaca. "Beberapa negara Eropa telah mengambil langkah tentatif untuk membuka kembali perekonomian mereka karena kawasan itu berada pada kondisi yang para pejabat UE gambarkan sebagai kejutan ekonomi terburuk sejak Depresi Hebat," jelas dia.
Komisi Eropa memperingatkan ekonomi Uni Eropa akan menyusut mencapai rekor 7,5 persen pada tahun ini,. Penurunan bisa lebih jauh di 19 negara yang menggunakan euro.
Bank of England telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi goncangan ekonomi yang disebabkan lockdown  selama berminggu-minggu.
Seperti memangkas suku bunga ke rekor terendah di bulan Maret dan meluncurkan program pembelian obligasi senilai £ 200 miliar (USD 248 miliar).
Pemerintah Inggris telah meluncurkan paket penyelamatan yang mencakup keringanan pajak untuk bisnis dengan total £ 30 miliar (USD 37 miliar) dan pinjaman tanpa bunga hingga 12 bulan. Pemerintah juga membayar gaji lebih dari 6 juta pekerja untuk periode tiga bulan.
BACA JUGA : 

LOCKDOWN DIPERLONGGAR, RUPIAH MENGUAT KEMBALI KE LEVEL 14.931 PER DOLAR AS

Wednesday, May 6, 2020

Prancis Tuduh Apple Tolak Permintaan Bantuan terkait Aplikasi Pelacakan Covid-19

PT KONTAK PERKASA FUTURES - Prancis menuduh Apple tidak mendukung upaya menangani Covid-19karena menolak membantu membuat iPhone lebih kompatibel dengan aplikasi pelacakan kontak "StopCovid".
"Apple seharusnya bisa membantu kami membuat aplikasi ini bekerja lebih baik di iPhone. Mereka tidak ingin melakukannya," kata Menteri untuk Teknologi Digital, Cédric O kepada BFM Business TV sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (7/5/2020).
Aplikasi pelacakan kontak Covid-19 bekerja dengan memanfaatkan Bluetooth yang memungkinkan ponsel untuk berinteraksi dengan perangkat di sekitarnya. Hal ini dinilai dapat membantu melakukan deteksi ketika pengguna melakukan kontak dengan orang-orang yang berpotensi membawa virus.
"Saya menyesali ini, mengingat kita ada di situasi di mana setiap orang bergerak untuk memerangi epidemi [Covid-19], dan mengingat sebuah perusahaan besar yang secara ekonomi dapat melakukan ini dengan baik, tidak membantu pemerintah," kata Cedric.
Pemerintah Prancis meminta Apple mengubah pengaturan agar aplikasi itu dapat mengakses Bluetooth di latar belakang, sehingga selalu aktif. Namun, Apple disebut telah menolak permintaan tersebut.
Aplikasi pelacakan Covid-19 menjadi salah satu upaya untuk menekan angka penyebaran Covid-19.
Beberapa negara telah memberlakukan kebijakan ini, termasuk Indonesia yang merilis aplikasi bernama PeduliLindungi. Namun, pemasangan aplikasi ini bagi masyarakat masih sebatas imbauan saja.
India menerapkan kebijakan serupa yang bersifat wajib. Kementerian Dalam Negeri India mewajibkan semua pekerja, baik publik atau swasta, menggunakan aplikasi bernama Aarogya Setu terhitung mulai 4 Mei.
Sanksi

Mengutip Engadget, Senin (4/5/2020), pejabat kementerian menyebut pemimpin perusahaan dan pemerintah akan bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan ini dan akan ada sanksi bagi mereka yang tidak menjalankan kewajiban ini.
Aplikasi pelacakan itu telah diunduh sebanyak 80 juta kali dan tujuan utamanya untuk menjangkau setiap pengguna smartphone di negara tersebut demi menekan angka penyebaran Covid-19.
(Why/Isk)

BACA JUGA : 

KETAHUI TINGKAT KESEHATAN JIWA DENGAN 5 INDIKASI INI

Tuesday, May 5, 2020

Indonesia Termasuk Negara dengan Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi di Tengah Pandemi

PT KONTAK PERKASA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan-I 2020 tercatat 2,97 persen. Angka ini memang lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia yang memprediksi akan tumbuh di angka 4,4 persen.
Meski begitu angka 2,97 persen ini dianggap lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga berhadapan dengan penyebaran virus corona sejak awal tahun 2020.
"Kita harus melihat, 2,97 persen ini angka yang patut disyukuri dibandingkan negara lain, tapi ini bukan untuk excuse," kat Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (6/5).
Perry menjelaskan beberapa negara di dunia mengalami resesi ekonomi akibat Covid-19. China misalnya, sebagai negara asal virus ini pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu ini anjlok.
Pada triwulan-IV tahun 2019 pertumbuhan ekonomi di China sebesar 6 persen. Lalu pada triwulan I 2020 anjlok menjadi -6,8 persen.
"Ini di Tiongkok, dari positif jadi negatif," kata Perry.
Hal yang sama juga dialami oleh Eropa. Sebelum Covid-19 melanda Eropa, pertumbuhan ekonominya 1 persen. Setelah terdampak Covid-19, pertumbuhan ekonomi Eropa pada triwulan-I 2020 menjadi -3,3 persen.
Begitu juga dengan Singapura. Semula pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV 2019 sebesar 1 persen. Namun pada triwulan-I merosot menjadi - 2,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam ini pada triwulan-IV 2019 sebesar 2,3 persen. Lalu pada triwulan-I 2020 turun menjadi 0,3 persen.
Korea Selatan juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan-IV 2019 tercatat pertumbuhan ekonomi sebesar 2,3 persen. Lalu turun menjadi 1,3 persen pada triwulan-I 2020.
Dari data tersebut Perry menyimpulkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di tengah pandemi Covid-19. Sebab, pertumbuhan ekonomi triwulan-I 2020 di Vietnam sebesar 3,28 persen.
"Kalau dibandingkan negara lain angka 2,97 persen, alhamdulillah jauh lebih baik dari negara yang negatif atau positif yang lebih rendah," papar Perry.
Merdeka.com

BACA JUGA : 

GENJOT EKONOMI, BI BERIKAN STIMULUS KE PERBANKAN RP 503,8 TRILIUN

Menunggu Angka Pertumbuhan Ekonomi, Rupiah Melemah ke 15.115 per Dolar AS

PT KONTAK PERKASA FUTURES  - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa ini. Namun potensi penguatan masih terbuka lebar.
Mengutip Bloomberg, Selasa (5/5/2020), rupiah dibuka di angka 15.115 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.100 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah menguat ke 15.071 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.071 per dolar AS hingga 15.137 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 8,69 per dolar AS.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.104 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.073 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank pada Selasa bergerak menguat jelang pengumuman data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I 2020.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, sentimen positif kelihatannya kembali lagi ke pasar keuangan pagi ini mengikuti penguatan indeks saham AS semalam dan penguatan harga minyak mentah.
"Sentimen positif datang dari rencana pelonggaran lockdown di AS karena melandainya kasus positif Corona, meski ada kekhawatiran pembukaan lockdown akan menyebabkan gelombang kedua wabah Corona Covid-19," ujar Ariston dikutip dari Antara.
Penguatan harga minyak mentah, lanjut Ariston, juga mengindikasikan pasar mulai melihat potensi pemulihan ekonomi dalam waktu dekat.
Dari dalam negeri, pasar akan menantikan data pertumbuhan ekonomi yang diprediksi pasar tumbuh 4,04 persen (yoy).
"Bila data dirilis lebih tinggi dari ekspektasi, ini bisa menjadi dukungan untuk penguatan rupiah hari ini," kata Ariston.
Ariston memperkirakan rupiah hari ini akan berpotensi menguat menuju ke arah 14.800 per dolar AS dengan level resisten di kisaran 15.150 per dolar AS.

Monday, May 4, 2020

AS-China Memanas Lagi, Rupiah Tertekan Dekati 15 Ribu per Dolar AS

KONTAK PERKASA FUTURES  - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tertekan pada perdagangan awal pekan ini. Rupiah bergerak melemah mendekati 15.000 setelah sebelumnya menguat ke 14.881 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, Senin (4/5/2020), rupiah dibuka di angka 14.960 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.881 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus bergerak melemah ke 14.995 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.960 per dolar AS hingga 14.997 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 8,14 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.073 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan di akhir April yang ada di angka 15.157 per dolar AS.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, sentimen negatif kelihatannya membayangi pergerakan pasar keuangan hari ini.
"Pasar khawatir dengan pelonggaran karantina wilayah di beberapa negara akan menimbulkan kasus Corona gelombang kedua," ujar Ariston dikutip dari Antara, Senin (4/5/2020).
Selain itu, pasar juga mengkhawatirkan ketegangan hubungan antara AS dan China belakangan ini, karena provokasi AS akan memicu perang dagang lagi antar kedua negara.
Pasar juga mengantisipasi buruknya data-data ekonomi di AS dan di negara-negara pandemi lainnya yang akan dirilis pekan ini, seperti data tenaga kerja, data indeks aktivitas sektor jasa dan manufaktur, neraca perdagangan, dan data lainnya.
"Rupiah mungkin bisa melemah mengikuti sentimen negatif tersebut," kata Ariston.
Ariston memperkirakan rupiah hari ini akan berpotensi tertekan menuju level Rp15.000 per dolar AS dan level dukungan di Rp14.800 per dolar AS.
Pada akhir pekan lalu (30/4), rupiah ditutup menguat signifikan 413 poin atau 2,7 persen menjadi Rp14.882 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.295 per dolar AS.

BACA JUGA : 

INI ALASAN PEMERINTAH TAK KUNJUNG TURUNKAN HARGA BBM

Thursday, April 30, 2020

Waspada, Malware PhantomLance Susupi Google Play Store

PT KONTAK PERKASA FUTURES - Peneliti dari perusahaan keamanan Kaspersky baru saja mengungkap keberadaan malware berbahaya di Google Play Store, yakni PhantomLance.
Laporan tersebut juga menyebutkan, malware ini tampaknya telah bersembunyi di toko aplikasi Google tersebut sejak lama.
Adapun lusinan aplikasi jahat yang terinfeksi malware itu disebarkan via Play Store dan toko alternatif lain, seperti APKpure dan APKCombo.
Dalam aksinya, pelaku kejahatan dapat menggunakan aplikasi malware ini untuk memata-matai kegiatan dan mencuri data korbannya.
Dikutip dari laporan Kaspersky, Kamis (30/4/2020), malware ini telah menyusup ke Google Play Store selama lebih dari 4 tahun.
Adapun berdasarkan dugaan tim peneliti keamanan, aplikasi jahat yang ternfeksi malware ini dibuat oleh tim OceanLotus Advanced Persistent Threat (APT) yang berbasis di Vietnam.
Lebih lanjut, Kaspersky juga mengumumkan sejumlah negara yang menjadi target penyebaran malware ini.
Kebanyakan, negara-negara korbannya malware ini meliputi Vietnam, Bangladesh, Indonesia, dan India, dan mengumpulkan data lokasi, log panggilan dan kontak.
Tak hanya itu, pelaku juga dapat hingga memantau aktivitas SMS, dan membaca versi OS ponsel, model dan daftar aplikasi yang diinstal.
"PhantomLance telah menginvasi Play Store lebih dari lima tahun dan mampu mem-bypassfilter keamanan di toko aplikasi Google dengan cara canggih," kata Alexey Firsh, salah satu peneliti Kaspersky.
Menurut laporan, "pelaku dapat mengunduh dan mengaktifkan kode berbahaya di aplikasi, dan menyesuaikannya dengan perangkat korban, seperti versi Android dan aplikasi yang diinstal."
"Dencan cara ini, pelaku dapat menghindari kondisi aplikasi overload dengan fitur yang tidak perlu dan pada saat yang sama mengumpulkan informasi yang diinginkan," ujarnya.
(Ysl/Isk)

Wednesday, April 29, 2020

Aplikasi Email di iOS Gampang Dibobol?

PT KONTAK PERKASA -  Aplikasi email pada perangkat Apple yang menjalankan sistem operasiiOS dikabarkan mudah dibobol hacker. Apple pun langsung angkat bicara untuk menanggapi isu tersebut.
Mengutip laman The Verge yang dilansir Merdeka.com, Apple menyebut pihaknya tidak menemukan bukti adanya kerentanan yang merugikan pelanggan.
Bahkan Apple meragukan bahwa masalah ini sebenarnya mampu menembus proteksi keamanan perangkatnya atau tidak.
Tanggapan Apple tentu bertentangan dengan temuan peneliti keamanan ZecOps yang menyebut bahwa aplikasi email ini telah dieksploitasi, hanya dengan mengirimkan email ke korban.
ZecOps sendiri punya "kepercayaan tinggi" bahwa kerentangan ini telah dieksploitasi dengan luas oleh operator yang sangat berpengalaman.
Apple sendiri mengatakan bahwa kerentanan yang diklaim sudah ada sejak iOS 6, memang ada namun tidak menimbulkan risiko langsung bagi penggunanya.
Meski demikian, Apple akan langsung menanganinya dalam pembaruan software yang akan datang. ZecOps sendiri menyebut bahwa masalah ini sudah tidak ada di Apple Mail terbaru versi beta.
Klaim dari ZecOps juga banyak dipertanyakan, mengingat firma keamanan ini mengatakan kerentanan itu banyak dieksploitasi. Beberapa nama di industri keamanan siber seperti Project Zero dari Google, meragukan keabsahan tuduhan tersebut.
Reporter: Indra Cahya
Sumber: Merdeka.com